Dicaci Anaknya Sendiri Karena Soal Makan, Nenek Ini Tak Henti Menangis
Sabtu, 05 Juni 2021
Kini Semua Menyesal!
Dicaci Anaknya Sendiri Karena Soal Makan, Nenek Ini Tak Henti Menangis
Sepanjang puluhan tahun, tidak terdapat yang ketahui siapa namanya, banyak orang cuma memanggilnya‘ Janda’.
Tuturnya anak pria dapat melindungi serta menjaga kita di kala berumur, bila memiliki satu anak pria, ia tidak hendak sedemikian itu kesusahan, sayangnya ketiga buah hatinya wanita.
Untuk buah hatinya, beliau bertugas keras sejauh durasi, membesarkan mereka dengan sulit lelah sampai ketiganya berkeluarga. Bersamaan ekspedisi durasi, beliau juga menua. Rambutnya memutih, kulitnya kerut serta kendor semacam kertas kusut. Serta pula ia mulai kerap lemah.
Ia mulai berasumsi telah waktunya mempertimbangkan pemakamannya. Ia telah terbiasa hidup mandiri serta seluruh sesuatunya senantiasa memercayakan diri sendiri, beliau tidak ingin ke rumah buah hatinya yang cuma hendak jadi semacam bola yang ditendang kesana kemari.
Ia sudah menyudahi, hendak bertahan di rumahnya yang pula telah berumur itu, hidup menua dalam hening sampai kematian menjemput. Ia memiliki satu barang bernilai ialah suatu“ Penjepit Rambut” yang dibuat dari kencana.
Saat sebelum ia berangkat meninggalkan bumi ini, ia tidak hendak memohon apa- apa pada buah hatinya. Ambisinya cuma satu, memberikan benda bernilai itu pada salah satu dari ketiga buah hatinya.
Ia mau membagikan barang itu pada putrinya yang sangat mengabdi, dengan sedemikian itu beliau terkini dapat berangkat dengan hening. Tetapi, siapa yang sangat mengabdi diantara ketiga putrinya?
3 buah hatinya sehabis menikah semacam layang- layang putus, tidak sering kembali menjenguknya, tetapi untungnya tempat bermukim ketiga putrinya itu tidak jauh dari rumahnya. Ia juga menyudahi buat menjenguk mereka.
Paginya, beliau berangkat ke rumah gadis sulungnya, Rosa. Rosa menikah dengan laki- laki yang cukup banyak di dusun.
Memandang ibunya tiba, Rosa mempersiapkan semangkuk bubur serta sayur payau untuknya. Ia cuma makan sekadarnya, kemudian berangkat.
Kala ia akan meninggalkan rumah gadis sulungnya itu, ia berjumpa dengan cucunya.
“ Nek, mari masuk ke rumah, kita makan, Biyung bilang hari ini masak daging jawi,” tutur cucunya. “ Nenek telah makan, kamu saja yang makan, betul,” jawabnya, serta dalam hatinya merasa kecewa.
Setelah itu ia berangkat ke rumah gadis keduanya, Sely, suami Sely pula cukup bagus dengan cara ekonomi serta profesinya pula mudah.
Tetapi, kelihatannya Sely tidak sedemikian itu suka memandang ibunya tiba mendatanginya. Sely berikan ibunya sayur sisa, roti serta air hangat untuknya. Ia merasa diperlakukan semacam gelandangan.
Ia cuma makan sebagian uang sogok sembari meneteskan air mata, tetapi Sely justru pura- pura tidak memandang sembari mengatakan,“ Bu, telah siang nih, lebih bagus bunda lekas kembali, esok saya hendak padat jadwal sekali sedemikian itu anak serta suamiku kembali.”
Ia menganggut serta memandang Mentari di siang hari yang amat, kemudian berangkat dengan tahap kaki kira- kira terhuyung. Ia menggelengkan kepala serta mendesah,“ Sangat sulit kala
Sumber